Pada bulan Juli 2015 yang lalu, ada seorang kiai yang masih tergolong
guru orang tua saya, menelepon. Dalam pembicaraan via seluler tersebut,
beliau meminta saya hadir ke rumahnya untuk menemui beberapa tamu beliau
dari luar kota dan luar negeri. Setelah saya datang ke rumah beliau,
ternyata tamu beliau adalah beberapa petinggi HTI dari Jakarta,
Yogyakarta dan Malang. Ada juga tokoh HTI dari Swiss, berinisial SD. Di situ juga hadir Ketua FPI Jember.
Setelah acara jamuan makan, Ketua FPI, bertanya kepada saya.
FPI: Mengapa anak buah Anda, para anggota BANSER menurunkan bendera HTI di Jember, beberapa waktu yang lalu. Padahal bendera tersebut bertuliskan kalimat Laa ilaaha illallaahu. Apakah BANSER dan NU tidak suka dengan kalimat Laa ilaaha illallaahu?
SAYA: Kalau berkaitan dengan kalimat Laa ilaaha illallaahu, kami di NU justru menganggap sebagai jiwa dan raga kami.
FPI: Lalu mengapa anggota Anda menurunkan bendera tersebut?
Saya: Karena HTI menjadikan kalimat Laa ilaaha illallaahu sebagai bendera saja dan tidak begitu menghayati maknanya.
HTI: Kok bisa Anda menilai demikian?
Saya: Owh itu kenyataan. Anda tahu makna Laa ilaaha illallaahu? Tiada tuhan selain Allah. Maksudnya, segala apapun pasti memerlukan Allah dan Allah tidak perlu kepada apapun. Sementara HTI tidak percaya kepada Qadha' dan Qadar. Menurut HTI, perbuatan manusia yang disengaja bukan ciptaan Allah dan terjadi bukan karena takdir dan ketentuan Allah. Berarti menurut HTI, dalam sebagian besar kondisi, manusia tidak memerlukan Allah. Ini jelas melanggar sifat wahdaniyah Allah fil af'al, keesaan Allah dalam perbuatan, dalam arti semua aktivitas dan perbuatan manusia, yang sengaja dan tidak sengaja, adalah ciptaan Allah dan terjadi atas takdir dan ketentuan Allah. Jelas dalam hal ini HTI melanggar sifat wahdaniyah Allah fil af'al, yang didasarkan pada ayat:
والله خلقكم وما تعملون
Allah yang menciptakan kalian dan perkara yang kalian lakukan.
Wahdaniyah fil af'al termasuk realisasi dari kalimat Laa ilaaha illallaahu.
HTI: Di mana kami dianggap tidak percaya kepada Qadha' dan Qadar Allah?
Saya: Dalam kitab al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani, pendiri HT berkata:
وهذه الأفعال أى اﻻختيارية ﻻ دخل لها بالقضاء وﻻ دخل للقضاء بها ﻷن اﻻنسان هو الذي قام بها بإرادته واختياره
Perbuatan manusia yang diikhtiarkan tidak ada kaitannya dengan ketentuan Allah, dan ketentuan Allah tidak ada kaitan dengan nya. Karena manusialah yang melakukannya dengan kehendak dan pilihannya.
Akhirnya pimpinan HTI minta dicatatkan pernyataan Imam mereka dalam kitabnya. Setelah itu saya segera pulang karena harus segera berangkat ke Ketapang Sampang Madura dalam acara pertemuan dengan kawan - kawan alumni Pondok Pesantren Sidogiri.
Demikian kisah dialog singkat dengan beberapa tokoh FPI dan HTI di Jember pada hari raya Idul Fitri yang lalu.
Manado, 31 Januari 2016
Selamat HARLAH NU ke-90 2016
Setelah acara jamuan makan, Ketua FPI, bertanya kepada saya.
FPI: Mengapa anak buah Anda, para anggota BANSER menurunkan bendera HTI di Jember, beberapa waktu yang lalu. Padahal bendera tersebut bertuliskan kalimat Laa ilaaha illallaahu. Apakah BANSER dan NU tidak suka dengan kalimat Laa ilaaha illallaahu?
SAYA: Kalau berkaitan dengan kalimat Laa ilaaha illallaahu, kami di NU justru menganggap sebagai jiwa dan raga kami.
FPI: Lalu mengapa anggota Anda menurunkan bendera tersebut?
Saya: Karena HTI menjadikan kalimat Laa ilaaha illallaahu sebagai bendera saja dan tidak begitu menghayati maknanya.
HTI: Kok bisa Anda menilai demikian?
Saya: Owh itu kenyataan. Anda tahu makna Laa ilaaha illallaahu? Tiada tuhan selain Allah. Maksudnya, segala apapun pasti memerlukan Allah dan Allah tidak perlu kepada apapun. Sementara HTI tidak percaya kepada Qadha' dan Qadar. Menurut HTI, perbuatan manusia yang disengaja bukan ciptaan Allah dan terjadi bukan karena takdir dan ketentuan Allah. Berarti menurut HTI, dalam sebagian besar kondisi, manusia tidak memerlukan Allah. Ini jelas melanggar sifat wahdaniyah Allah fil af'al, keesaan Allah dalam perbuatan, dalam arti semua aktivitas dan perbuatan manusia, yang sengaja dan tidak sengaja, adalah ciptaan Allah dan terjadi atas takdir dan ketentuan Allah. Jelas dalam hal ini HTI melanggar sifat wahdaniyah Allah fil af'al, yang didasarkan pada ayat:
والله خلقكم وما تعملون
Allah yang menciptakan kalian dan perkara yang kalian lakukan.
Wahdaniyah fil af'al termasuk realisasi dari kalimat Laa ilaaha illallaahu.
HTI: Di mana kami dianggap tidak percaya kepada Qadha' dan Qadar Allah?
Saya: Dalam kitab al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani, pendiri HT berkata:
وهذه الأفعال أى اﻻختيارية ﻻ دخل لها بالقضاء وﻻ دخل للقضاء بها ﻷن اﻻنسان هو الذي قام بها بإرادته واختياره
Perbuatan manusia yang diikhtiarkan tidak ada kaitannya dengan ketentuan Allah, dan ketentuan Allah tidak ada kaitan dengan nya. Karena manusialah yang melakukannya dengan kehendak dan pilihannya.
Akhirnya pimpinan HTI minta dicatatkan pernyataan Imam mereka dalam kitabnya. Setelah itu saya segera pulang karena harus segera berangkat ke Ketapang Sampang Madura dalam acara pertemuan dengan kawan - kawan alumni Pondok Pesantren Sidogiri.
Demikian kisah dialog singkat dengan beberapa tokoh FPI dan HTI di Jember pada hari raya Idul Fitri yang lalu.
Manado, 31 Januari 2016
Selamat HARLAH NU ke-90 2016
0 comments