Thursday, April 6, 2017

(Video) Ustadz Wahabi dibayar 20 Juta tiap bulan

Video dibawah ini merupakan penuturan Ustadz Muhammad Idrus Ramli yang mengisahkan pengakuan seorang mantan Ustadz wahabi kepada dirinya.  Mantan Ustadz Wahabi tersebut mengaku bahwa ia digaji 1500 Dollar/bulan atau setara kurang lebih Rp.20 Juta/bulan. Wahabi memang punya dukungan dana yang kuat, Sebagaimana kita ketahui, negara penyokong ajaran adalah Arab Saudi.  Arab Saudi merupakan negara kaya yang sumber pendapatan utamanya dari minyak dan haji.

Mengenai ustadz wahabi yang dibayar, saya ingin juga menceritakan pengalaman pribadi  saya.  Saya dulu kuliah di Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar. Kampus UNHAS waktu itu terdiri dari 13 fakultas dimana masing-masing fakultas mempunyai Mushalla, Selain itu terdapat juga masjid kampus.  Secara kesuluruhan wahabi mengusai 80 % UNHAS, masjid Kampus dikuasai mereka, mayoritas mushalla juga dikuasai mereka, selebihnya dikuasai KAMMI/PKS/Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir. Adapun HMI dan IMM sepengetahuan saya tidak menguasai sebuah Mushalla.

Saya menjadi anggota sebuah mushalla kampus dimana mushalla itu dikuasai wahabi. Saya tergabung di Seksi Transportasi mengingat saya mempunyai motor dan saat itu mahasiswa yang mempunya motor belum banyak. Saya pernah ditugaskan antar jemput ustadz wahabi untuk mengisi acara daurah di kampus. Saya perhatikan sehabis mengisi daurah ustadz wahabi ini tidak menerima amplop.  Melihat fenomena ini, saya berkesimpulan pesatnya dakwah wahabi di UNHAS dan mereka menguasai kampus diakibatkan karena keikhlasan ustadz mereka yang tidak menerima amplop.  Bayangkan untuk  memanggil ustadz wahabi kita hanya perlu ke yayasan mereka, Kita tinggal minta ustadz yang kita inginkan (kadang juga ustadz yang kita inginkan tidak bisa dipenuhi karena jadwalnya padat) lalu kita antar jemput, setelah itu tidak dibayar.

Waktu pun terus berlalu, saya sudah menyelesaikan kuliah dan saat itu saya mulai mengikuti sebuah majelis yang dipimpin seorang habib.  Dari majelis itu saya bertemu dengan seseorang yang punya keprihatinan yang sama dengan saya mengenai pesatnya wahabi di Makassar. Saya ceritakan faktor penyebab mengapa wahabi pesat di kampus UNHAS. Saya katakan padanya itu semua karena faktor "keikhlasan" ustadz-ustadznya yang tidak menerima bayaran.  Orang itu menyanggah saya dan mengatakan bahwa ustadz wahabi itu menerima gaji bulanan, ia menyatakan bahwa ia tahu soal itu karena dulu pernah aktif di yayasan wahabi.  Demikianlah sekelumit pengalaman saya mengenai wahabi


Continue reading...

Wednesday, February 1, 2017

Bersama Banser, HTI dan FPI


Pada bulan Juli 2015 yang lalu, ada seorang kiai yang masih tergolong guru orang tua saya, menelepon. Dalam pembicaraan via seluler tersebut, beliau meminta saya hadir ke rumahnya untuk menemui beberapa tamu beliau dari luar kota dan luar negeri. Setelah saya datang ke rumah beliau, ternyata tamu beliau adalah beberapa petinggi HTI dari Jakarta, Yogyakarta dan Malang. Ada juga tokoh HTI dari Swiss, berinisial SD. Di situ juga hadir Ketua FPI Jember.

Setelah acara jamuan makan, Ketua FPI, bertanya kepada saya.

FPI: Mengapa anak buah Anda, para anggota BANSER menurunkan bendera HTI di Jember, beberapa waktu yang lalu. Padahal bendera tersebut bertuliskan kalimat Laa ilaaha illallaahu. Apakah BANSER dan NU tidak suka dengan kalimat Laa ilaaha illallaahu?

SAYA: Kalau berkaitan dengan kalimat Laa ilaaha illallaahu, kami di NU justru menganggap sebagai jiwa dan raga kami.

FPI: Lalu mengapa anggota Anda menurunkan bendera tersebut?

Saya: Karena HTI menjadikan kalimat Laa ilaaha illallaahu sebagai bendera saja dan tidak begitu menghayati maknanya.

HTI: Kok bisa Anda menilai demikian?

Saya: Owh itu kenyataan. Anda tahu makna Laa ilaaha illallaahu? Tiada tuhan selain Allah. Maksudnya, segala apapun pasti memerlukan Allah dan Allah tidak perlu kepada apapun. Sementara HTI tidak percaya kepada Qadha' dan Qadar. Menurut HTI, perbuatan manusia yang disengaja bukan ciptaan Allah dan terjadi bukan karena takdir dan ketentuan Allah. Berarti menurut HTI, dalam sebagian besar kondisi, manusia tidak memerlukan Allah. Ini jelas melanggar sifat wahdaniyah Allah fil af'al, keesaan Allah dalam perbuatan, dalam arti semua aktivitas dan perbuatan manusia, yang sengaja dan tidak sengaja, adalah ciptaan Allah dan terjadi atas takdir dan ketentuan Allah. Jelas dalam hal ini HTI melanggar sifat wahdaniyah Allah fil af'al, yang didasarkan pada ayat:

والله خلقكم وما تعملون

Allah yang menciptakan kalian dan perkara yang kalian lakukan.

Wahdaniyah fil af'al termasuk realisasi dari kalimat Laa ilaaha illallaahu.

HTI: Di mana kami dianggap tidak percaya kepada Qadha' dan Qadar Allah?

Saya: Dalam kitab al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani, pendiri HT berkata:

وهذه الأفعال أى اﻻختيارية ﻻ دخل لها بالقضاء وﻻ دخل للقضاء بها ﻷن اﻻنسان هو الذي قام بها بإرادته واختياره

Perbuatan manusia yang diikhtiarkan tidak ada kaitannya dengan ketentuan Allah, dan ketentuan Allah tidak ada kaitan dengan nya. Karena manusialah yang melakukannya dengan kehendak dan pilihannya.

Akhirnya pimpinan HTI minta dicatatkan pernyataan Imam mereka dalam kitabnya. Setelah itu saya segera pulang karena harus segera berangkat ke Ketapang Sampang Madura dalam acara pertemuan dengan kawan - kawan alumni Pondok Pesantren Sidogiri.

Demikian kisah dialog singkat dengan beberapa tokoh FPI dan HTI di Jember pada hari raya Idul Fitri yang lalu.

Manado, 31 Januari 2016

Selamat HARLAH NU ke-90 2016

Continue reading...

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tidak Tsiqah

Kurang lebih setahun yang lalu, seorang aktivis HTI sering mendatangi rumah saya. Setiap kali bertandang ke rumah, dia selalu membawa buletin, tabloid dan beberapa buku (Arab dan Indonesia) terbitan HTI, untuk dihadiahkan kepada saya. Tujuannya jelas, ingin meng-HTI-kan saya. Saya tidak akan menceritakan apa yang kami bincangkan, atau lebih tepatnya apa yang kami perdebatkan. Yang jelas, kali terakhir dia datang, saya menegaskan, “Mohon maaf, ideologi yang Sampean tawarkan sangat bertentangan dengan ajaran yang saya pegang teguh. Tolong jangan lagi datang ke rumah, karena saya tidak mungkin masuk HTI.”

Sejak saat itu, dia tidak lagi mengganggu saya. Saya lega. Tapi ada satu hal yang sangat mengusik pikiran saya. Ketika saya bolak-balik lembaran Tabloid Media Umat (MU) terbitan HTI yang ia hadiahkan kepada saya, saya terperanjat. Di situ tertulis nama beberapa tokoh NU yang dimasukkan sebagai dewan penasihat. Salah satunya, Wakil Ketua Umum MUI Pusat sekaligus Rois Syuriah PBNU KH Ma’ruf Amin.

Hal itu terus mengusik pikiran saya sampai beberapa bulan lamanya. Hingga akhirnya, saya berkesempatan menghadiri sebuah acara keaswajaan di Jakarta. Kebetulan Kyai Ma’ruf Amin bertindak sebagai salah seorang narasumber. Begitu dibuka forum tanya jawab, saya langsung mengajukan pertanyaan kepada beliau: “Apakah benar Kyai sekarang mendukung HTI, karena nama Kyai tercantum sebagai penasihat di Tabloid Media Umat terbitan HTI?.” Beliau jawab: “Tidak, saya tidak pernah mendukung mereka, dan saya tidak pernah merestui nama saya dimuat di tabloid mereka. Kalau nama saya ada di situ, berarti mereka telah mencatut nama saya.”

Beliau melanjutkan: “Tidak kali ini saja HTI berdusta. Saya masih ingat, beberapa waktu yang lalu beberapa aktivis HTI mendatangi para pengurus MUI. Mereka mengajak kami untuk berdemo menentang kebijakan-kebijakan Amerika Serikat dan sekutunya yang sangat merugikan kepentingan umat Islam. Mereka mewanti-wanti kami untuk tidak membawa bendera ataupun atribut ormas apapun, untuk menjaga kekompakan ukhuwwah islamiyyah. Eeee ternyata……………., pada hari yang telah ditentukan, ketika utusan dari berbagai ormas Islam yang menghadiri demo tidak membawa satupun atribut dan bendera ormas, orang-orang HTI yang berdemo justru mengkhianati kesepakatan. Mereka membawa atribut, banner dan baliho yang bertuliskan HTI dan mengibar-ngibarkan bendera HTI.”

Silahkan disimpulkan sendiri, apakah HTI masih bisa dipercaya ?
 

Continue reading...